Selasa, 03 April 2012

Kenaikan Bahan Bakar Motor: Tanggung Jawab yang Menguap

Pada tanggal 1 April 2012 mendatang, harga bahan bakar kendaraan bermotor di Indonesia akan mengalami kenaikan. Kenaikan harga minyak dunia yang disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya bergejolaknya keadaan politik luar negeri Iran sebagai penghasil minyak bumi terbesar kedua di dunia, dengan Negara-negara barat sehingga memengaruhi ekspor minyaknya, merupakan salah satu penyebab kenaikan harga minyak dunia yang kemudian menjadi alasan Pemerintah berencana menaikkan harga bahan bakar motor (BBM)
Pemerintah mengkhawatirkan bila harga minyak di Indonesia tidak segera disesuaikan dengan harga minyak dunia, maka Pemerintah menanggung subsidi sedemikian besarnya yang akan memengaruhi kondisi anggaran negara. Namun bagaimana dengan dampak lainnya? Berdasarkan catatan historis, kenaikan BBM pada bulan Oktober 2005 telah menaikkan angka kemiskinan dari 31,1 juta jiwa pada tahun 2005 menjadi 39,3 juta jiwa pada tahun 2006. Di sektor manufaktur pada tahun 2004 sanggup untuk tumbuh 7,4% ditahun 2004, kemudian mengalami penurunan pertumbuhan menjadi 5,1% pada tahun 2007. Pengangguran pun bertambah, dari 9,9% pada tahun 2004 menjadi 10,4% pada tahun 2006.
Mari kita menengok kepada amanah yang seharusnya dijalankan oleh Pemerintah. Pasal 33 ayat 2 UUD 1945 mengamanahkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan ayat 3 menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dimanakah amanah pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD 1945 tersebut menguap? Dikemanakan saat ini peran dari UUD 1945 dalam mengatur bangsa ini? Mari kita ambil contoh dengan melihat Peraturan Presiden No. 111 tahun 2007. Disana menyebutkan bahwa batas maksimal kepemilikan modal asing di sektor perbankan diizinkan sampai 99%, di air minum 95%, pembangkit tenaga listrik 95%, dan lain lain, termasuk jasa pengeboran minyak dan gas bumi yang mengizinkan batas maksimal kepemilikan modal asing mencapai 95%. 

Selasa, 03 Januari 2012

ASEAN-China Free Trade Agreement: LEARN TO FIGHT - NOT LEARN TO SURRENDER

Berikut adalah artikel yang ditulis Prof. Dr. Sri-Edi Swasono (http://www.ekonomirakyat.org/_artikel.php?id=). Disini kita dapat mengkritisi sebuah pandangan nasionalisme dalam berekonomi yang mencoba mengkritisi sistem perekonomian yang ada berikut dengan efeknya pada perekonomian domestik. 



ASEAN-China Free Trade Agreement: LEARN TO FIGHT - NOT LEARN TO SURRENDER

Drama Tragis 1812

 "In war there is no substitute for victory" (Mac Arthur), "Merdeka atau Mati" (Perang Kemerdekaan 1945).

 Selama hampir 20 tahun terakhir saya banyak menulis di berbagai harian (Kompas, Sinar Harapan, Suara Pembaruan, Media Indonesia, Pelita, Jawa Pos dll) tentang perlunya kewaspadaan terhadap ideologi pasar-bebas. Terharulah merenu-ngi mengapa kita harus terus "menari atas kendang orang lain".

 Tahun 1812 bukan saja peristiwa besar di Eropa sebagai awal jatuhnya Napoleon Bonaparte atas kekalahan perangnya di Rusia. Komponis besar Rusia Tchaikovsky memperingati peristiwa membanggakan ini dengan mencipta komposisi orkestral Overture 1812.

 Namun sebenarnya 1812 juga merupakan tahun bersejarah di Asia Selatan, yaitu matinya jutaan orang miskin di Gujarat . Gubernur Bombay melarang bantuan pangan dikirim ke lokasi kelaparan. Sang Gubernur menuding betapa bodohnya para setiakawan yang tidak membaca buku Adam Smith The Wealth of Nations (1776) yang menjelaskan bahwa the invisible hand (tangan ajaib)-nya pasar pasti akan mengatasi sendiri kelaparan rakyat itu. Betullah, tangan ajaib menyelesaikannya, orang miskin berkurang, karena …mati secara massal. Inilah lelucon intelektual yang tidak lucu mengenai pasar-bebas Adam Smith sebagaimana dikemukakan pemenang Nobel Amartya Sen.

Memang tidak mudah bagi sekelompok ekonom pasar-bebas melepaskan diri dari mitos tangan ajaib-nya Adam Smith berikut kapitalisme berdasar pasar-bebas (laissez-faire) senyawanya. Setiap kali dituntut berakhirnya pasar-bebas (the end of laissez-faire), tiap kali pula doktrin pasar-bebas berdasar paham liberalisme ini muncul kembali. Kapitalisme untuk hidup memerlukan pasar-bebas sebagaimana ikan memerlukan air.

WTO dan Liberalisme Ekonomi

Kesepakatan Free Trade Agreement (FTA) sebagai kelanjutan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO) adalah derivat dari ideologi pasar-bebas. WTO memiliki 152 negara anggota. WTO mengambil prinsip dan persetujuan GATT, kemudian menggantikan GATT sejak Januari 1995.

Minggu, 15 Mei 2011

Analisis Strategi Pemasaran Produk Bank Syariah dalam Memperluas Pasar terhadap Nasabah Non Bank Syariah

Perbankan merupakan sebuah lembaga intermediasi yang berfungsi untuk menghimpun dana yang berlebih dari masyarakat yang kemudian disalurkan ke masyarakat yang kekurangan dana dalam berbagai bentuk penyaluran. Dalam proses penghimpunan dan proses penyaluran dana, tiap-tiap bank memiliki kebijakannya masing-masing yang terlihat dari produk-produk perbankan yang dihasilkan, Produk-produk inilah yang kemudian menjadi ‘ujung tombak’ perbankan dalam memikat calon nasabahnya agar berkenan untuk menyimpan dananya di bank tersebut, ataupun agar calon nasabah tertarik untuk melakukan kerjasama dalam hal konsumtif dan atau produktif dengan bank tersebut.
Saat ini di Indonesia muncul dua jenis perbankan yang sedang bersaing satu sama lain dalam merebut perhatian pasar, yaitu perbankan syariah dan perbankan konvensional. Kemunculan perbankan syariah diawali dengan berdirinya Bank Muammalat pada tahun 1992. Pada awalnya, banyak yang meragukan kinerja dan produk-produk yang ditawarkan oleh jenis perbankan ini, Namun, sesaat setelah terjadi krisis tahun 1998, keraguan tersebut hilang karena berhasilnya Bank Muammalat dalam melewati krisis tersebut dan termasuk sebagai bank yang paling sehat, terhindar dari negative spread dan tidak perlu diberikan bantuan likuiditas apapun oleh Bank Indonesia. Hal yang hampir serupa juga terjadi saat krisis keuangan dunia yang terjadi di tahun 2008 dimana perbankan syariah, juga Bank Muammalat, mampu melewati masa itu tanpa masalah yang berarti.  Sejak itulah perbankan nasional mulai menyadari ketangguhan dari bank berprinsipkan syariah dan mulai tertarik untuk mengembangkannya.

Kecenderungan Pergeseran Perilaku Bank Syariah



Perbankan adalah salah satu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. Di dalam sejarah perekonomian kaum muslimin, pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai syariah telah menjadi bagian dari tradisi umat Islam sejak zaman Rasulullah SAW. Praktik-praktik seperti menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang, telah lazim dilakukan sejak zaman Rasulullah. Dengan demikian, fungsi-fungsi utama perbankan modern, yaitu menerima deposit, menyalurkan dana melakukan transfer dana telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat Islam, bahkan sejak zaman Rasulullah. Keberadaan bank syariah dalam sistem perbankan Indonesia berawal dari hasil lokakarya yang membahas tentang bunga bank dan perbankan di Cisarua tanggal 19-22 Agustus 1990. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam pada musyawarah nasional (Munas) IV MUI dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank syariah di Indonesia. Secara formal keberadaan bank syariah di Indonesia dimulai sejak tahun 1992 setelah Bank Muamalat berdiri sebagai bank syariah pertama. Kemudian bank-bank konvensional diijinkan melaksanakan dual banking system dan bank konvensional diperkenankan membuka kantor layanan syariah. Saat ini sudah banyak bank konvensional membuka layanan syariah dan semakin berkembang dengan adanya permintaan masyarakat akan jasa tabungan tanpa bunga.