Selasa, 03 Januari 2012

ASEAN-China Free Trade Agreement: LEARN TO FIGHT - NOT LEARN TO SURRENDER

Berikut adalah artikel yang ditulis Prof. Dr. Sri-Edi Swasono (http://www.ekonomirakyat.org/_artikel.php?id=). Disini kita dapat mengkritisi sebuah pandangan nasionalisme dalam berekonomi yang mencoba mengkritisi sistem perekonomian yang ada berikut dengan efeknya pada perekonomian domestik. 



ASEAN-China Free Trade Agreement: LEARN TO FIGHT - NOT LEARN TO SURRENDER

Drama Tragis 1812

 "In war there is no substitute for victory" (Mac Arthur), "Merdeka atau Mati" (Perang Kemerdekaan 1945).

 Selama hampir 20 tahun terakhir saya banyak menulis di berbagai harian (Kompas, Sinar Harapan, Suara Pembaruan, Media Indonesia, Pelita, Jawa Pos dll) tentang perlunya kewaspadaan terhadap ideologi pasar-bebas. Terharulah merenu-ngi mengapa kita harus terus "menari atas kendang orang lain".

 Tahun 1812 bukan saja peristiwa besar di Eropa sebagai awal jatuhnya Napoleon Bonaparte atas kekalahan perangnya di Rusia. Komponis besar Rusia Tchaikovsky memperingati peristiwa membanggakan ini dengan mencipta komposisi orkestral Overture 1812.

 Namun sebenarnya 1812 juga merupakan tahun bersejarah di Asia Selatan, yaitu matinya jutaan orang miskin di Gujarat . Gubernur Bombay melarang bantuan pangan dikirim ke lokasi kelaparan. Sang Gubernur menuding betapa bodohnya para setiakawan yang tidak membaca buku Adam Smith The Wealth of Nations (1776) yang menjelaskan bahwa the invisible hand (tangan ajaib)-nya pasar pasti akan mengatasi sendiri kelaparan rakyat itu. Betullah, tangan ajaib menyelesaikannya, orang miskin berkurang, karena …mati secara massal. Inilah lelucon intelektual yang tidak lucu mengenai pasar-bebas Adam Smith sebagaimana dikemukakan pemenang Nobel Amartya Sen.

Memang tidak mudah bagi sekelompok ekonom pasar-bebas melepaskan diri dari mitos tangan ajaib-nya Adam Smith berikut kapitalisme berdasar pasar-bebas (laissez-faire) senyawanya. Setiap kali dituntut berakhirnya pasar-bebas (the end of laissez-faire), tiap kali pula doktrin pasar-bebas berdasar paham liberalisme ini muncul kembali. Kapitalisme untuk hidup memerlukan pasar-bebas sebagaimana ikan memerlukan air.

WTO dan Liberalisme Ekonomi

Kesepakatan Free Trade Agreement (FTA) sebagai kelanjutan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO) adalah derivat dari ideologi pasar-bebas. WTO memiliki 152 negara anggota. WTO mengambil prinsip dan persetujuan GATT, kemudian menggantikan GATT sejak Januari 1995.